Paket Wisata Pantai Santolo - Adalah sebuah tugu dengan tanduk unicorn bercat warna emas tertancap di ujungnya. Salah satu land mark Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi kebanggaan warga dan disanjung oleh wisatawan yang tengah berlibur di sana.
Ibarat jangan ngaku sudah ke Yogyakarta kalau belum foto di depan De Witte Pal.
Banyak orang mengenalnya dengan nama Tugu Pal Putih atau Tugu Yogyakarta. Menjadi satu dari dua poros sumbu imajiner yang diciptakan oleh Sultan Hamengkubuwono I sekaligus sebuah kenyataan bahwa Freemasonry pernah tumbuh kembang di Yogyakarta. Simbol-simbol terkait organisasi tersebut menjadi buktinya.
Mungkin belum banyak yang tahu jika di awal pembangunan Keraton Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwono I tidak membangun tugu dengan bentuk seperti terlihat sekarang. Pasca Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua ( Surakarta dan Yogyakarta ) tahun 1755, Sultan Hamengkubuwono I membangun Keraton Yogyakarta di lokasi strategis yang diapit oleh enam sungai secara simetris.
Setahun kemudian dibangunlah sebuah tugu yang dikenal dengan nama Golong Gilig di persimpangan Jalan Margoutomo atau Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Diponegoro dan Jalan A.M. Sangaji. Letaknya di sebelah utara Keraton Yogyakarta yang dianggap sebagai simbol lingga juga sumbu imajiner yang menghubungkan keraton dengan Gunung Merapi. Sedangkan di sisi selatan keraton dibangun Panggung Krapyak ibarat yoni sebagai poros penghubung keraton dengan Laut Selatan.
Sumbu imajiner Keraton Yogyakarta ( Gunung Merapi - Tugu - Keraton - Panggung Krapyak - Laut Selatan )
Sumbu imajiner Keraton Yogyakarta ( Gunung Merapi – Tugu – Keraton – Panggung Krapyak – Laut Selatan )
Golong Gilig yang dibangun tahun 1756 berbentuk tugu silinder setinggi 25 meter dengan ujung bulat seperti bola. Penamaanya berasal dari kata golong yang berarti bulat sempurna dan gilig yang memiliki arti bulat panjang. Keseluruhan memiliki arti persatuan dan kesatuan atau manunggaling Kawula Gusti, antara kawula rakyat dengan Gusti pemimpinnya dan kawula ( pemimpin ) dengan Gusti; Tuhan YME.
Sebenarnya penjelasan tentang sejarah Tugu Golong Gilig sudah dijabarkan di selasar tenggara Tugu Yogyakarta. Tapi bulan Januari lalu ( 31/01/16 ) saya terkesima mendengar langsung penjelasan dari mas Erwin dan mas Panji selaku narasumber di #KelasHeritage yang diadakan oleh Komunitas Yogyakarta Night at The Museum. Tikar digelar di ruang kosong selasar, peserta duduk manis menyimak apa yang mereka sampaikan.
Dikisahkan pernah terjadi gempa besar yang menimpa Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 10 Juni 1867. Akibat gempa tersebut, Keraton Yogyakarta mengalami banyak kerusakan dan kerugian besar hingga mencapai angka ratusan ribu gulden. Pun dengan Tugu Golong Gilig yang patah menjadi tiga bagian. Patahan Tugu Golong Gilig dibiarkan selama dua puluh dua tahun lamanya tanpa ada upaya untuk memperbaikinya. Maklum, pemimpin saat itu lebih mementingkan pembangunan infrastruktur umum dan sarana penunjang keraton yang rusak akibat gempa.
Renovasi tugu baru dilakukan saat Sultan Hamengkubuwono VII memimpin. Beliau memerintahkan Patih Dalem Danureja V untuk menjadi pengawas pembangunan sekaligus bertanggung jawab terhadap pendanaannya. Patih Dalem Danureja V merupakan pejabat keraton ( semacam perdana menteri ) yang menjalankan pemerintahan dan juga berpihak terhadap pemerintah Hindia Belanda. Selama proses pembangunan, si Patih dibantu oleh arsitek pilihan pemerintah kolonial yang bernama Y.P.F. Van Brussel.
Untuk menghilangkan pesan persatuan dan kesatuan seperti Tugu Golong Gilig, pemerintah kolonial justru merancang sebuah tugu yang menyiratkan bukti freemason. Setelah mendapat persetujuan, tugu yang baru dibangun dengan menggunakan patahan bagian bawah dari Tugu Golong Gilig. Tugu yang baru diresmikan pada tanggal 3 October 1889 dengan empat prasasti terbuat dari marmer tertanam di empat sisinya.
Masing-masing prasasti ditulis dengan aksara Jawa bertuliskan sebagai berikut, sisi barat: “Yasan Dalem Hingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Hingkang Kaping VII”, sisi selatan: “Wiwara Harja Manggala Praja Kaping 7 Sapar Alip 1819”, sisi timur: “Hingkang Mangayubagya Karsa Dalem Kangjeng Tuwan Residen Y. Mullemester”, dan sisi utara: “Pakaryanipun Sinambadan Patih Dalem Kangjeng Raden Adipati Danureja Hingkang Kaping V Kaundhagen Dening Tuwan YPF Van Brussel Opsihter Waterstaat”.
Lihat juga : Vidio Tidak Mustahil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar